Powered by Blogger.
09 July 2010
Bert van Marwijk - Avatar Pengendali Elemen Ruang dan Waktu
Perhelatan akbar sepak bola dunia sudah hampir berakhir. Salah satu tim yang sudah memastikan dirinya untuk tampil di final adalah Belanda. Tim yang terkenal dengan nama besar dan filosofi permainan dalam dunia sepak bola. Di sisi lain, nama Belanda juga identik dengan ironi. Terutama jika dikaitkan dengan histori perjalanan negeri sepak bola ini di kancah piala dunia.
Menilik perjalanan sepak bola Belanda memang bagaikan menonton film yang mempertontonkan kejeniusan di ramu dengan bakat-bakat alamiah plus ego-ego bak rock star yang menghasilkan peristiwa dramatis dan ironis namun minim prestasi. Praktis hanya trophy piala eropa tahun 1988 sajalah yang menjadi kebanggaan mereka. Namun di pentas dunia, Belanda hanya tercatat sebagai tim yang dianggap pantas menjadi juara dan atau tim yang nyaris juara.
LATAR BELAKANG KEJENIUSAN SEPAK BOLA BELANDA
Walaupun demikian, catatan sepak bola Belanda tetap layak untuk disimak. Terlebih jika dilihat dari filosofi sepak bola mereka yang terkenal dengan sebutan “Total Football”. Sebuah filosofi permainan sepak bola yang sempat membuat geger dunia ketika di ramu pertama kali oleh Rinus Michels dan di aplikasikan secara sempurna oleh Johan Cruyff dkk di lapangan hijau pada saat membawa Ajax Amsterdam menjuarai piala champions tahun 1971.
Seorang penulis berkebangsaan Inggris, David Winner, berhasil menjelaskan dengan baik tentang dasar dari filosofi Total Football yang ternyata sudah mengakar dalam setiap aspek kehidupan orang Belanda di dalam bukunya yang berjudul Brilliant Orange: The Neurotic Genius of Dutch Football (2000).
Menurut Winner, asal muasal Total Football didasarkan pada sebuah gerakan sosial yang di gagas oleh para filsuf dan arsitek di negeri Belanda pada sekitar tahun 1970-an. Sebuah gerakan bernama TOTAL. Gerakan sosial ini dipicu oleh kebutuhan akan ruang yang semakin lama semakin terasa berkurang.
Seperti yang kita tahu, Negeri Belanda berdiri diatas lahan yang sempit dan lima puluh persen dari wilayahnya terletak di bawah permukaan laut. Jumlah penduduk yang bertambah membuat kebutuhan akan ruang semakin mendesak. Hal ini membuat orang Belanda secara instinctive terbiasa untuk berpikir efektif dan efisien dalam hal pemanfaatan ruang dan lahan dikarenakan kondisi alamnya. Jika dilihat dari kepadatan penduduk per meter persegi nya maka Belanda adalah negara terpadat di dunia namun dengan tata guna lahan yang paling teratur dan sempurna pula di dunia.
Namun bagaimanapun efektif dan efisiennya mereka memanfaatkan lahan, pertumbuhan penduduk tidak akan pernah terkejar oleh luas lahan yang tetap dan tidak bertambah. Lalu bagaimana orang Belanda menyikapi hal tersebut?
Disinilah letak kejeniusan mereka. Mereka mendapati bahwa ruang adalah sebuah konsep pikiran yang abstrak. Pemanfaatan lahan yang efektif di dunia nyata ditambah dengan penciptaan ruang yang luas dalam benak mereka melalui daya imajinasi mereka yang tinggi menghasilkan kreativitas yang tanpa batas.
Arsitektur bangunan-bangunan yang inovatif terlihat memanfaatkan geometri ruang dengan sudut-sudut yang “tidak lazim” yang terlihat seperti tidak teratur namun pada kenyataannya kesemuanya itu disusun untuk memberikan kesan luas dan longgar. Saking seriusnya orang Belanda memikirkan pemenuhan kebutuhan akan ruang dan pemanfaatan lahan mereka sampai dijuluki “Spatial Neurotic People”.
Pada kehidupan sosial, Belanda dikenal sebagai negeri yang memiliki norma sosial paling longgar. Contoh untuk kasus menghisap ganja atau marijuana, prostitusi dll yang jika di negara lain dilarang maka di Belanda diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Begitu pula dalam hal kebudayaan dan bahkan politik.
Paham Kebebasan, Keluasan dan Kelonggaran seakan sudah mengalir secara alamiah di darah orang Belanda. Begitu pula dengan para pemain bolanya. Bagi pemain Belanda, lapangan sepak bola tidaklah cukup luas untuk dibagi rata dengan 11 pemain lawan. Mereka akan mencoba mengeksplorasi luas lapangan dan menciptakan kesan luas atau sempitnya wilayah permainan di benak mereka dan lawan mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pergerakan dan perubahan komposisi pemain pada posisi dan waktu yang tepat.
Contoh ketika bola berada dalam penguasaan pemain Belanda, mereka akan bergerak dan mengubah formasi pemain secara dinamis dengan pergerakan bola yang sempurna sehingga lawan mereka akan berpikir betapa luasnya lapangan bola dan mengacaukan formasi permainannya sendiri untuk mencoba menutup ruang permainan dan mengejar bola.
Sebaliknya ketika lawan menguasai bola, pemain Belanda akan mengubah formasi pemain dan menutup celah-celah dalam ruang sehingga wilayah permainan akan terkesan sempit bagi lawan mereka. Konsep ini membutuhkan fleksibilitas bermain dari setiap pemain. Perubahan formasi dan komposisi pemain yang dinamis membutuhkan seorang pemain yang mampu melaksanakan berbagai macam fungsi permainan sekaligus. Menyerang maupun bertahan. Pemain akan saling mengisi posisi lowong yang ditinggalkan rekannya. Sehingga komposisi tetap terjaga dan alur permainan tetap mengalir dengan baik.
Selain fleksibilitas, pemahaman akan geometri ruang juga dibutuhkan oleh pemain Belanda dalam mengejawantahkan konsep luas dan sempitnya wilayah dalam permainan. Passing-passing yang dilakukan harus disesuaikan dengan konsep wilayah permainan yang diinginkan. Mendatar, lambung, pendek atau panjangnya passing yang dilakukan akan mendasari luas jelajah dan pergerakan pemain dalam mengeksploitasi wilayah permainan. Hal tersebut tidak dapat dipelajari begitu saja tanpa memiliki pemahaman betapa pentingnya pemanfaatan ruang dalam kehidupan secara mendarah daging dan tersimpan dengan baik di dalam alam bawah sadar seseorang. Pendeknya, konsep permainan ini hanya bisa dilakukan oleh orang Belanda!!!
Konsep Total Football ini ketika di praktekkan dengan baik dan benar akan menampilkan permainan sepak bola yang menghibur, eksploitatif, dominan dan superior. Gaya permainan inilah yang kemudian menjadi jati diri permainan Belanda. Bukan Belanda namanya kalau tidak menerapkan Total Football.
Begitu bangganya orang Belanda akan konsep ini, maka seakan mereka tidak peduli akan pencapaian tim nasional mereka yang miskin prestasi, kalau tidak bisa dibilang nihil, di kancah dunia. Bahkan konsep permaianan ini jauh lebih di puja oleh rakyat Belanda ketimbang pelatih maupun pemain-pemain bintang mereka. Pelatih dan pemain boleh datang dan pergi, namun Total Football harus tetap tinggal.
BELANDA ALA VAN MARWIJK
Semenjak mengambil alih tim nasional Belanda dari tangan Marco van Basten pada tahun 2008, Bert van Marwijk seakan menjadi “anak durhaka” karena telah mengkhianati rakyat Belanda dengan meninggalkan konsep permainan yang dipuja tersebut. Pelatih yang tidak punya pengalaman dalam melatih tim nasional ini dianggap terlalu memainkan sepak bola yang pragmatis dan melupakan aspek keindahan dari permainan itu sendiri.
Van Marwijk memiliki alasan tersendiri. Mantan pelatih Feyenoord ini beranggapan bahwa dalam sebuah permainan sepak bola kemenangan lebih penting di bandingkan dengan keindahan permainan itu sendiri. Bahkan tanpa ragu Ia menyiratkan bahwa konsep total football sudah usang.
“Pertama kali kami memainkan itu pada tahun 1974. Dan sekarang sudah lebih dari 30 tahun. Sudah banyak terjadi perkembangan dan perubahan dalam permainan ini” Jelas van Marwijk. Tentu saja hal ini membuat sewot para legenda hidup sepak bola Belanda. Tak kurang seorang Johan Cruyff yang sudah dianggap bak dewa di negerinya ikut menyindir gaya permainan Belanda di bawah van Marwijk. Menjelang semifinal piala dunia 2010 melawan Uruguay, Ruud Gullit pun ikut menyindir secara halus bahwa Belanda bermain bagus namun ia mengakui bahwa ada faktor keberuntungan yang membawa Belanda bisa mencapai fase tersebut.
Namun mereka semua hanya bisa menyindir van Marwijk tanpa berani menghujat lebih keras. Pasalnya, jika dilihat dari torehan hasil yang dicapai, sama sekali tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak puas. Bayangkan, semenjak menangani timnas Belanda, van Marwijk hanya mengalami satu kali kekalahan, yaitu saat kalah 1-2 melawan Australia pada November 2008, beberapa bulan setelah ia di tunjuk menjadi pelatih Belanda.
Setelah itu Belanda tidak terkalahkan. Sampai dengan semifinal piala dunia melawan Uruguay yang lalu, Belanda telah mencatatkan 19 kemenangan dan 6 hasil imbang. Dengan catatan bahwa selama pra kualifikasi piala dunia dan keseluruhan pertandingan piala dunia 2010 di lakoni Belanda dengan kemenangan. Tentu saja ini merupakan rekor yang fantastis. Dan hal inilah yang membuat para legenda Belanda walaupun mengecam gaya permainan van Marwijk namun juga memiliki harapan besar terhadap Robben dkk ini.
Walaupun banyak yang menyebut gaya permainan pelatih yang bernama lengkap Lambertus van Marwijk ini terlalu pragmatis dan telah mengkhianati Total Football. Dan hal ini pun diakui sendiri oleh van Marwijk. Namun agaknya terlalu naïf jika beranggapan bahwa Belanda telah benar-benar meninggalkan Total Football.
Kita tidak boleh lupa bahwa bagaimanapun juga van Marwijk, Sneijder, Robben, van Persie, van Bommel dkk adalah orang Belanda. Konsep dan pemahaman permainan yang memanfaatkan ruang secara dinamis sudah mengalir secara alamiah di dalam pembuluh nadi mereka. Prinsip kebebasan dan kelonggaran dalam berbagai aspek kehidupan mereka sangat mempengaruhi kemampuan alamiah mereka dalam memanfaatkan dan mendayagunakan konsep ruang sebagai konsep abstrak dalam pikiran dan mewujudkannya di lapangan.
Kemampuan bawah sadar yang sudah mendarah daging ini tentu saja tidak dapat dihapuskan begitu saja. Prinsip dasar Total Football akan selalu tertanam di tubuh mereka. Hal ini pun disadari oleh van Marwijk. Ia sadar bahwa menghapus dan melarang memainkan Total Football adalah hal yang mustahil. Yang perlu dilakukan oleh van Marwijk adalah mengubah sedikit elemen-elemen permainan untuk mendapat efektivitas dalam meraih kemenangan. Faktor inilah yang menjadi kunci kelemahan permainan Total Football selama ini.
Prinsip perubahan posisi pemain dan pergerakan bola yang mengalir secara dinamis serta fleksibilitas fungsi permainan dari tiap-tiap pemain membutuhkan kerjasama tim yang sempurna. Kesamaan visi dan kemampuan mengenali momen yang tepat harus selaras di jalankan secara efektif oleh seluruh pemain di lapangan. Inilah yang menjadi ciri dari permainan Total Football ala Belanda.
Seiring dengan perkembangan sepak bola modern, ciri permainan seperti ini tidak hanya di praktekkan oleh Belanda. Pergerakan bola secara dinamis, pemain yang mengubah komposisinya untuk menutup ruang pergerakan lawan, melakukan pressing cepat di jantung pertahanan lawan yang merupakan ciri permainan Total Football sudah merupakan hal-hal yang lazim dilakukan oleh tim lain selain Belanda. Tentunya dengan ciri khas dan karakter masing-masing.
Lihat saja bagaimana Jerman yang tampil memukau dengan rencana permainan yang matang. Brasil dengan team play dan skill individu yang luar biasa. Spanyol yang memainkan bola dari kaki ke kaki dengan indahnya. Singkatnya, sudah banyak tim lain yang mampu memanfaatkan luas wilayah permainan secara efektif dengan karakter masing-masing.
Hal inilah yang coba diadaptasi oleh van Marwijk. Ia menekankan defence system yang lebih solid dan tidak dinamis seperti sebelumnya. Hal ini lebih memudahkan pemain dalam berkonsentrasi dan fokus dalam tugasnya. Setiap pemain juga diberikan tugas yang jelas pada posisinya masing-masing. Konsep inilah yang dianggap mengkhianati Total Football. Potensi pemain untuk saling melakukan pergantian posisi yang menjadi urat nadi dari filosofi Total Football, di bawah van Marwijk seakan di haramkan. Namun yang tidak disadari adalah, inti permainan terletak pada pemanfaatan ruang dan waktu yang tepat. Peralihan posisi pemain yang mengalir dengan baik hanyalah salah satu cara dalam mendayagunakan kedua elemen tersebut. Van Marwijk memilih cara lain. Itu saja.
PENGENDALI ELEMEN RUANG DAN WAKTU
Mindset sepak bola modern, yang sedikit banyak dipengaruhi oleh konsep Total Football, didasarkan oleh pemanfaatan luas wilayah permainan, maka dalam hal ini van Marwijk sengaja membiarkan adanya ruang atau celah kosong yang seolah dapat dimanfaatkan oleh lawan namun sebenarnya sudah disiapkan cara untuk menutupnya. Tatkala lawan mereka berusaha menciptakan ruang, maka pemain Belanda sudah berada pada posisi yang tepat untuk menutupnya. Inilah yang secara kasat mata terlihat bahwa pemain-pemain Belanda tidak sedisplin pemain Jerman dalam penempatan posisi. Pemain Jerman menutup celah rapat-rapat dengan posisi pemain yang jelas sementara pemain Belanda seperti berdiri tidak pada tempat semestinya namun tetap sulit untuk di tembus.
Ketika menghadapi Denmark, pada pertandingan pertama Belanda di Afrika Selatan, van Bronckhorst dkk sukses membuat frustasi pemain-pemain Denmark yang dibiarkan merasa seolah mampu menembus pertahanan Belanda namun selalu gagal. Seakan ada tembok yang tidak terlihat yang menghalangi serangan-serangan Denmark. Permainan Belanda sendiri walaupun menguasai bola lebih banyak tapi terlihat tidak teratur. Namun serangan-serangan yang seolah tidak berbahaya tersebut justru tanpa disadari membuat celah fisik dan celah psikologis sehingga membuat Daniel Agger melakukan gol bunuh diri. Ruang pertahanan Denmark di buat agar terasa sempit bahkan oleh para pemainnya sendiri.
Begitu pula ketika melawan Jepang. Perlawanan yang heroik plus kecepatan dan stamina yang luar biasa dari pemain Jepang tidak mampu menembus pertahanan Belanda yang secara kasat mata terlihat biasa saja itu. Bahkan terlihat beberapa kali pemain Jepang masuk menerobos ke dalam celah pertahanan yang “sudah disiapkan” oleh pemain Belanda. Tentu saja mereka gagal.
Memainkan gaya permainan ini bukannya tanpa resiko. Menciptakan “jebakan” dalam pertahanan sendiri akan menjadi bencana ketika lawan mampu menerobos dan memecahkan “jebakan” tersebut. Ketika pemain salah atau terlambat mengantisipasi maka hasilnya bisa berupa hadiah penalty bagi lawan (seperti ketika melawan Kamerun dan Slovakia), gol terobosan cepat Robinho ketika melawan Brasil atau ruang bebas bagi Diego Forlan untuk melepaskan tembakan kencangnya ketika melawan Uruguay.
Namun van Marwijk terkesan tidak peduli dan tetap tenang. Dia percaya bahwa dalam hal pemanfaatan ruang dan waktu, pemain Belanda memiliki kemampuan alamiah yang lebih baik. Bahkan jika dibandingkan dengan pemain-pemain Brasil yang memiliki skill individu dan kecepatan luar biasa.
Ini dapat dilihat ketika tertinggal dari Brasil, nasihat van Marwijk pada anak buahnya hanya satu yaitu, Jaga Emosi. Tidak ada perubahan formasi atau gaya permainan. Emosi yang dimaksudkan disini adalah emosi pribadi dan emosi lawan. Jaga emosi pribadi tetap tenang dan kontrol emosi lawan. Hal ini dilakukan oleh pemain Belanda dengan memanfaatkan elemen ruang dan waktu.
Lihat saja bagaimana Arjen Robben yang beberapa kali harusnya dapat memanfaatkan celah kosong untuk menusuk kedalam kotak penalty dengan cepat malah melambatkan tempo dan akhirnya berhasil di tutup dan di tahan oleh pemain lawan dengan mudah. Pemain Brasil akhirnya terbiasa dengan gaya Robben yang lambat dan mudah di halau pergerakannya. Kewaspadaan mereka menurun. Dan hal ini mampu dimanfaatkan oleh Wesley Sneijder untuk menciptakan gol balasan Belanda.
Brasil yang sudah percaya diri dan merasa mampu memanfaatkan celah-celah pada pertahanan Belanda di buat frustasi karena alur bola selalu diputus oleh pemain-pemain Belanda. Mark van Bommel juga bergerak secara bebas untuk berkali-kali mempersempit ruang gerak Kaka di tengah. Bahkan kalau perlu melanggarnya. Celah tersebut “terlihat” namun tak dapat di tembus. Emosi pemain Brasil yang tadinya diatas angin kini tertekan. Kesalahan-kesalahan dibuat. Sehingga lahirlah gol kemenangan Belanda yang dicetak melalui sundulan kepala Sneijder.
Jika Ruud Gullit beranggapan bahwa Belanda beruntung, maka menilik dari paparan diatas tidaklah berlebihan jika mengatakan bahwa keberuntungan Belanda adalah keberuntungan yang direncanakan. Keberuntungan yang lahir dari keberanian untuk mengubah pakem dan memanfaatkan hal-hal kecil setepat mungkin. Belajar dari chaos theory, sebuah gempa dahsyat di belahan bumi yang satu tidak lepas dari pengaruh kepakan sayap kupu-kupu di belahan bumi yang lain. Inilah konsep yang disebut Butterfly Effect. Yang dilakukan van Marwijk memang hanya menambahkan sedikit unsur-unsur permainan baru yang membuat Belanda dapat memainkan sepak bola nya dengan dahsyat.
Torehan prestasi Belanda di bawah van Marwijk memang bagaikan gempa dahsyat. Bahkan kedahsyatannya sudah melebihi kedahsyatan prestasi dari nama-nama tenar sebelumnya seperti Dick Advocaat dan Louis van Gaal. Kedahsyatan yang tercipta dari rangkaian perisitiwa yang terlihat tidak saling berhubungan dan tidak teratur. Ketidakteraturan yang menghasilkan kemenangan. Ketidakteraturan yang mengandung ketepatan luar biasa. Ketidakteraturan yang direncanakan. Beginilah permainan Belanda di tangan van Marwijk.
Jadi ingat akan film kartun Avatar di salah satu TV swasta. Seorang Avatar adalah tokoh pilihan yang mampu mengendalikan 4 elemen sekaligus yaitu elemen udara, air, api dan bumi. Dalam dunia modern, teknologi telah melakukan tugasnya dalam mengendalikan elemen udara, air, api dan bumi. Namun pengendalian elemen ruang dan waktu membutuhkan lebih dari sekedar teknologi. Dibutuhkan visi yang luas dan kemampuan koordinasi yang mumpuni dari si pengendali. Dan tentunya kemampuan menguasai dan mengendalikan kedua elemen ini dalam permainan sepak bola akan memberikan keunggulan dan kemenangan yang didambakan. Lambertus van Marwijk adalah Avatar yang dinanti-nantikan, terutama oleh rakyat negeri Belanda. Avatar pengendali elemen ruang dan waktu.
Nb: mengenai sejarah total football diambil dan ditulis ulang dari artikel ini
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 Komentar: